Bukan Anggota MEE: Negara Mana Saja?
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), atau European Economic Community (EEC), adalah sebuah organisasi regional yang didirikan pada tahun 1957 dengan tujuan untuk mengintegrasikan ekonomi negara-negara anggotanya. MEE merupakan cikal bakal dari Uni Eropa (UE) yang kita kenal sekarang. Integrasi ekonomi ini melibatkan penghapusan tarif dan hambatan perdagangan lainnya, pembentukan pasar tunggal, serta koordinasi kebijakan ekonomi antar negara anggota. Namun, tidak semua negara di Eropa menjadi anggota MEE. Lalu, yang bukan merupakan anggota Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) adalah negara-negara yang memiliki pertimbangan politik, ekonomi, atau netralitas yang berbeda.
Sejarah Singkat MEE dan Tujuan Pembentukannya
Sebelum membahas lebih jauh mengenai negara-negara mana saja yang bukan anggota MEE, mari kita telaah terlebih dahulu sejarah singkat dan tujuan pembentukan organisasi ini. MEE didirikan melalui Perjanjian Roma pada tahun 1957 oleh enam negara pendiri, yaitu Belgia, Belanda, Luksemburg, Prancis, Italia, dan Jerman Barat. Latar belakang pembentukan MEE adalah keinginan untuk menciptakan stabilitas dan kemakmuran ekonomi di Eropa pasca-Perang Dunia II. Para pemimpin Eropa menyadari bahwa dengan mengintegrasikan ekonomi mereka, mereka dapat menghindari konflik di masa depan dan meningkatkan daya saing di pasar global.
Tujuan utama MEE adalah menciptakan pasar bersama (common market) di antara negara-negara anggotanya. Pasar bersama ini mencakup penghapusan tarif bea cukai dan pembatasan kuantitatif (kuota) dalam perdagangan antar negara anggota. Selain itu, MEE juga bertujuan untuk menciptakan kebijakan perdagangan bersama terhadap negara-negara di luar MEE. Tujuan lainnya adalah menjamin kebebasan bergerak bagi tenaga kerja, modal, dan jasa di antara negara-negara anggota. Dengan kata lain, warga negara dari satu negara anggota MEE dapat bekerja, berinvestasi, dan menyediakan layanan di negara anggota lainnya tanpa diskriminasi.
Selain tujuan ekonomi, MEE juga memiliki tujuan politik, yaitu untuk memperkuat kerja sama dan integrasi politik di antara negara-negara anggotanya. Para pendiri MEE berharap bahwa integrasi ekonomi akan membuka jalan bagi integrasi politik yang lebih erat di masa depan. Hal ini terbukti dengan transformasi MEE menjadi Uni Eropa pada tahun 1993, yang tidak hanya mencakup kerja sama ekonomi tetapi juga kerja sama dalam bidang-bidang seperti kebijakan luar negeri, keamanan, dan keadilan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keanggotaan MEE
Keanggotaan dalam MEE (dan kemudian Uni Eropa) bukanlah sesuatu yang otomatis bagi semua negara Eropa. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi apakah suatu negara dapat menjadi anggota atau tidak. Faktor-faktor tersebut antara lain:
- Kondisi Ekonomi: Negara yang ingin bergabung dengan MEE harus memiliki ekonomi yang stabil dan mampu bersaing dengan negara-negara anggota lainnya. Ini termasuk memiliki tingkat inflasi yang rendah, defisit anggaran yang terkendali, dan mata uang yang stabil. Negara-negara dengan ekonomi yang lemah atau tidak stabil mungkin akan kesulitan untuk memenuhi persyaratan ini.
 - Stabilitas Politik: MEE (dan UE) adalah organisasi yang didasarkan pada nilai-nilai demokrasi, supremasi hukum, dan hak asasi manusia. Negara-negara yang memiliki sistem politik yang tidak stabil, korup, atau otoriter tidak memenuhi syarat untuk menjadi anggota. Negara-negara anggota harus memiliki pemerintahan yang demokratis, sistem peradilan yang independen, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
 - Kepatuhan terhadap Hukum Uni Eropa: Negara-negara yang ingin bergabung harus bersedia untuk mengadopsi dan menerapkan hukum Uni Eropa (acquis communautaire) secara penuh. Ini mencakup ribuan undang-undang dan peraturan yang mencakup berbagai bidang seperti perdagangan, pertanian, lingkungan, dan transportasi. Negara-negara yang tidak bersedia atau tidak mampu untuk mematuhi hukum Uni Eropa tidak dapat menjadi anggota.
 - Netralitas: Beberapa negara Eropa memiliki kebijakan netralitas, yang berarti mereka tidak ingin terlibat dalam aliansi militer atau politik dengan negara lain. Kebijakan netralitas ini dapat menjadi penghalang untuk bergabung dengan MEE (dan UE), karena keanggotaan dapat mengharuskan negara-negara anggota untuk berpartisipasi dalam kebijakan keamanan dan pertahanan bersama.
 - Opini Publik: Dukungan publik terhadap keanggotaan dalam MEE (dan UE) juga merupakan faktor penting. Jika sebagian besar warga negara menentang keanggotaan, maka pemerintah akan kesulitan untuk membawa negara tersebut ke dalam organisasi.
 
Daftar Negara yang Bukan Anggota MEE
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, berikut adalah beberapa negara yang bukan merupakan anggota MEE (dan kemudian Uni Eropa):
- 
Swiss: Swiss adalah negara yang terletak di jantung Eropa, tetapi secara konsisten menolak untuk bergabung dengan MEE atau UE. Alasan utamanya adalah kebijakan netralitas Swiss dan kekhawatiran tentang hilangnya kedaulatan. Swiss memiliki sejarah panjang sebagai negara netral dan tidak ingin terlibat dalam konflik atau aliansi militer dengan negara lain. Selain itu, banyak warga Swiss yang khawatir bahwa bergabung dengan UE akan mengikis identitas nasional mereka dan mengurangi kontrol mereka atas kebijakan ekonomi.
Meskipun bukan anggota MEE atau UE, Swiss memiliki hubungan ekonomi yang erat dengan Uni Eropa. Swiss adalah mitra dagang utama UE dan telah menandatangani sejumlah perjanjian bilateral dengan UE untuk memastikan akses ke pasar tunggal Eropa. Namun, Swiss tetap mempertahankan mata uangnya sendiri (franc Swiss) dan tidak terikat oleh hukum Uni Eropa.
 - 
Norwegia: Seperti Swiss, Norwegia juga telah menolak keanggotaan dalam MEE dan UE dalam beberapa kesempatan melalui referendum. Alasan utamanya adalah kekhawatiran tentang hilangnya kontrol atas sumber daya alamnya, terutama minyak dan ikan. Norwegia adalah produsen minyak dan gas yang signifikan dan khawatir bahwa bergabung dengan UE akan mengharuskan mereka untuk berbagi sumber daya ini dengan negara-negara anggota lainnya. Selain itu, industri perikanan Norwegia yang kuat juga khawatir bahwa mereka akan menghadapi persaingan yang tidak adil dari nelayan dari negara-negara anggota UE lainnya.
Norwegia adalah anggota dari Area Ekonomi Eropa (EEA), yang memberikan Norwegia akses ke pasar tunggal Eropa tanpa harus menjadi anggota penuh UE. Melalui EEA, Norwegia harus mengadopsi sebagian besar hukum Uni Eropa yang berkaitan dengan pasar tunggal, tetapi tidak memiliki suara dalam pembuatan hukum tersebut. Norwegia juga tidak berpartisipasi dalam kebijakan pertanian, perikanan, atau moneter Uni Eropa.
 - 
Islandia: Islandia pernah mengajukan permohonan untuk bergabung dengan Uni Eropa pada tahun 2009, tetapi kemudian menarik permohonannya pada tahun 2015. Alasan utamanya adalah ketidakpuasan dengan kebijakan perikanan UE dan kekhawatiran tentang hilangnya kontrol atas sumber daya lautnya. Islandia sangat bergantung pada industri perikanan dan khawatir bahwa bergabung dengan UE akan membatasi kemampuan mereka untuk mengelola sumber daya laut mereka secara berkelanjutan.
Seperti Norwegia, Islandia adalah anggota dari Area Ekonomi Eropa (EEA), yang memberikan Islandia akses ke pasar tunggal Eropa. Namun, Islandia tetap mempertahankan mata uangnya sendiri (krona Islandia) dan tidak terikat oleh kebijakan perikanan Uni Eropa.
 - 
Liechtenstein: Liechtenstein adalah negara kecil yang terletak di antara Swiss dan Austria. Liechtenstein adalah anggota dari Area Ekonomi Eropa (EEA), tetapi bukan anggota Uni Eropa. Alasan utamanya adalah ukuran negara yang kecil dan kekhawatiran tentang hilangnya kedaulatan. Liechtenstein khawatir bahwa bergabung dengan UE akan mengikis identitas nasional mereka dan mengurangi kontrol mereka atas kebijakan ekonomi.
Liechtenstein memiliki hubungan ekonomi yang erat dengan Swiss dan menggunakan franc Swiss sebagai mata uangnya. Liechtenstein juga mengikuti banyak kebijakan Swiss, termasuk kebijakan netralitas.
 - 
Negara-negara Balkan Barat: Beberapa negara di Balkan Barat, seperti Albania, Bosnia dan Herzegovina, Kosovo, Makedonia Utara, Montenegro, dan Serbia, bukan merupakan anggota MEE atau UE. Namun, sebagian besar dari negara-negara ini memiliki aspirasi untuk bergabung dengan UE di masa depan dan telah mengambil langkah-langkah untuk memenuhi persyaratan keanggotaan. Proses aksesi ke UE bisa memakan waktu bertahun-tahun dan memerlukan reformasi yang signifikan di bidang-bidang seperti pemerintahan, supremasi hukum, dan ekonomi.
 
Kesimpulan
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) adalah organisasi regional yang penting dalam sejarah integrasi Eropa. MEE telah berevolusi menjadi Uni Eropa (UE) yang kita kenal sekarang, yang mencakup kerja sama ekonomi dan politik yang erat di antara negara-negara anggotanya. Namun, tidak semua negara di Eropa menjadi anggota MEE atau UE. Beberapa negara, seperti Swiss dan Norwegia, telah memilih untuk tetap berada di luar organisasi karena berbagai alasan, termasuk kebijakan netralitas, kekhawatiran tentang hilangnya kedaulatan, dan ketidakpuasan dengan kebijakan UE. Negara-negara lain, seperti negara-negara Balkan Barat, memiliki aspirasi untuk bergabung dengan UE di masa depan, tetapi masih perlu melakukan reformasi yang signifikan untuk memenuhi persyaratan keanggotaan.
Jadi, ketika ditanya mengenai yang bukan merupakan anggota Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) adalah, jawabannya bisa beragam tergantung pada konteks waktu dan perkembangan politik Eropa. Namun, negara-negara seperti Swiss, Norwegia, Islandia, dan Liechtenstein adalah contoh negara-negara yang secara konsisten memilih untuk tidak bergabung dengan MEE atau UE. Semoga artikel ini memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai topik ini, guys!