Jumlah Ismiyah: Pengertian, Ciri, Dan Contohnya
Hey guys! Pernah nggak sih kalian lagi belajar Bahasa Arab terus nemu istilah "Jumlah Ismiyah"? Bingung kan apa itu? Tenang, kali ini kita bakal bedah tuntas soal jumlah ismiyah ini biar kalian nggak salah paham lagi. Jadi, jumlah ismiyah itu adalah jenis kalimat dalam Bahasa Arab yang paling fundamental, yang diawali dengan isim. Simpelnya gini, kalau dalam Bahasa Indonesia kita punya subjek dan predikat, nah di Bahasa Arab, jumlah ismiyah itu punya unsur yang mirip, yaitu mubtada (pokok kalimat) dan khabar (berita atau keterangan). Keduanya ini wajib berupa isim. Kerennya lagi, jumlah ismiyah ini bisa berdiri sendiri dan maknanya jelas tanpa perlu tambahan kata lain. Jadi, kalau kalian nemu kalimat Bahasa Arab yang diawali dengan kata benda atau kata sifat, kemungkinan besar itu adalah jumlah ismiyah. Penting banget nih buat ngertiin ini, karena ini jadi dasar buat memahami struktur kalimat Bahasa Arab yang lebih kompleks. Bayangin aja, kalau dasarnya udah kuat, mau belajar nahwu (tata bahasa Arab) yang lebih dalem jadi makin gampang. Nggak ada lagi deh tuh yang namanya "aduh, bingung banget sama kalimat ini". Pokoknya, ingat ya, kunci utama jumlah ismiyah adalah diawali oleh isim. Nggak peduli isimnya itu kata benda biasa kayak "buku" (كتاب), atau kata ganti kayak "dia" (هو), atau bahkan kata tunjuk kayak "ini" (هذا). Semuanya bisa jadi mubtada. Nah, si khabarnya juga harus isim. Bisa isim dzahir (yang jelas disebutkan), bisa juga isim dhamir (kata ganti). Yang penting, keduanya ini punya hubungan yang erat, kayak pasangan duet yang saling melengkapi. Tanpa salah satu, kalimatnya jadi nggak utuh. So, siap buat ngebongkar lebih dalam lagi apa aja sih ciri-ciri dan contohnya? Yuk, kita lanjut!
Ciri-Ciri Kunci Jumlah Ismiyah yang Wajib Kamu Tahu
Oke, guys, sekarang kita masuk ke bagian yang paling seru: ciri-ciri jumlah ismiyah. Biar kalian makin jago ngidentifikasi dan bikin kalimat sendiri, ada beberapa poin penting yang mesti dicatat. Ciri utama yang paling kentara itu tadi, yaitu diawali dengan isim. Tapi, nggak cuma itu aja lho. Ada beberapa karakteristik lain yang bikin jumlah ismiyah makin unik dan mudah dikenali. Pertama, mubtada (pokok kalimat) itu selalu marfu'. Apa sih marfu'? Gampangnya, kalau di Bahasa Indonesia itu kayak subjek yang posisinya penting dan biasanya nggak berubah-ubah. Dalam Bahasa Arab, marfu' itu ditandai dengan harakat dammah (ـُ) di akhir kata kalau dia isim mufrad (tunggal) atau jamak taksir. Misalnya, الْوَلَدُ (anak laki-laki). Nah, si khabar juga harus senada dengan mubtadanya. Jadi, kalau mubtadanya marfu', khabarnya juga harus marfu'. Ini kayak aturan main yang nggak bisa ditawar. Kedua, mubtada dan khabar itu bersifat marrifah dan nakirah. Apa maksudnya? Mubtada itu lebih sering berupa isim marrifah (kata benda yang sudah jelas atau spesifik, kayak nama orang, kata ganti, atau kata yang diawali "al-"), sedangkan khabar itu bisa berupa isim marrifah atau nakirah (kata benda yang umum atau tidak spesifik). Tapi, ini bukan aturan baku ya, guys. Ada kalanya khabar juga bisa marrifah, terutama kalau mubtadanya juga marrifah dan khabarnya itu nanti berfungsi sebagai penjelas yang lebih spesifik. Yang paling penting diingat adalah hubungan erat antara mubtada dan khabar. Mereka ini kayak dua sisi mata uang, saling melengkapi dan nggak bisa dipisahkan. Makna kalimat itu baru terbentuk sempurna kalau keduanya ada. Ketiga, jumlah ismiyah itu bisa diwafatkan (diberi keterangan). Maksudnya, bisa ditambahin sama kata sifat (na'at) yang menjelaskan mubtada, atau kata keterangan lain yang menjelaskan khabar. Tapi, inget, sifat atau keterangannya ini harus mengikuti mubtada atau khabarnya. Misalnya, kalau mubtadanya jamak, sifatnya juga harus jamak. Ini yang namanya ittiba' alias mengikuti. Terakhir, pokoknya kalau kalimatnya nggak diawali fi'il (kata kerja), kemungkinan besar itu jumlah ismiyah. Ini adalah cara cepat buat ngebedain sama jumlah fi'liyah (kalimat yang diawali kata kerja). Jadi, kalau nemu kalimat yang huruf pertamanya bukan kata kerja, langsung deh curiga, "Hmm, ini jangan-jangan jumlah ismiyah nih!". Dengan nguasain ciri-ciri ini, guys, kalian bakal jadi detektif Bahasa Arab yang handal. Nggak ada lagi deh kalimat yang bikin pusing. Terus latihan ya, biar makin lancar! Pokoknya, santai aja, pelan-pelan pasti bisa. Yang penting semangat! Good luck!
Membedah Tuntas: Contoh Jumlah Ismiyah dalam Berbagai Bentuk
Nah, guys, biar makin mantap pemahamannya soal jumlah ismiyah, yuk kita lihat beberapa contoh nyata. Dengan melihat contoh, kita bisa lebih kebayang gimana sih bentuknya dalam percakapan atau tulisan sehari-hari. Ini dia beberapa contoh yang sering banget kita temuin:
1. Mubtada Isim Zhahir, Khabar Isim Zhahir: Ini yang paling standar dan sering banget muncul. Mubtadanya itu kata benda yang jelas, begitu juga khabarnya.
-
الطَّالِبُ مُجْتَهِدٌ (Ath-thalibu mujtahidun). Artinya: "Siswa itu rajin." Di sini, الطَّالِبُ (siswa itu) adalah mubtada (isim zhahir marfu'), dan مُجْتَهِدٌ (rajin) adalah khabar (isim zhahir marfu'). Keduanya saling menjelaskan, siswa itu rajin.
-
الْكِتَابُ جَدِيدٌ (Al-kitabu jadidun). Artinya: "Buku itu baru." الْكِتَابُ (buku itu) sebagai mubtada, dan جَدِيدٌ (baru) sebagai khabar. Jelas kan?
2. Mubtada Isim Dhamir (Kata Ganti), Khabar Isim Zhahir: Kadang, kita pakai kata ganti sebagai pokok kalimatnya.
-
هُوَ مُعَلِّمٌ (Huwa mu'allimun). Artinya: "Dia (laki-laki) adalah seorang guru." هُوَ (dia) itu mubtada (isim dhamir), dan مُعَلِّمٌ (guru) itu khabarnya (isim zhahir).
-
هِيَ طَبِيبَةٌ (Hiya thabibatun). Artinya: "Dia (perempuan) adalah seorang dokter." Sama kayak contoh sebelumnya, هِيَ (dia) mubtada, طَبِيبَةٌ (dokter) khabar.
3. Mubtada Isim Zhahir, Khabar Jumlah (Frasa/Kalimat Lain): Nah, ini agak sedikit beda. Khabarnya bukan cuma satu kata isim, tapi bisa berupa frasa atau kalimat lain yang menjelaskan mubtada.
-
الطَّالِبُ فِي الْفَصْلِ (Ath-thalibu fil-fasli). Artinya: "Siswa itu berada di dalam kelas." Di sini, الطَّالِبُ (siswa itu) adalah mubtada. Nah, khabarnya adalah frasa preposisi فِي الْفَصْلِ (di dalam kelas). Frasa ini menerangkan di mana si siswa berada.
-
الْحَدِيقَةُ جَمِيلَةٌ (Al-hadiiqatu jamilatun). (Contoh ini kembali ke khabar isim zhahir, tapi ini yang lebih umum) Artinya: "Taman itu indah." الْحَدِيقَةُ (taman itu) mubtada, جَمِيلَةٌ (indah) khabar.
-
الْكِتَابُ عَلَى الْمَكْتَبِ (Al-kitabu 'alal-maktabi). Artinya: "Buku itu ada di atas meja." الْكِتَابُ (buku itu) mubtada, dan khabarnya adalah frasa preposisi عَلَى الْمَكْتَبِ (di atas meja).
4. Mubtada Diakhirkan (Menjadi Khabar Muqaddam): Kadang-kadang, struktur kalimatnya dibalik demi penekanan atau gaya bahasa.
-
لَهُ صَدِيقٌ (Lahu shadiiqun). Artinya: "Dia (laki-laki) punya seorang teman." Secara struktur, لَهُ (baginya/dia punya) itu khabar muqaddam (khabar yang didahulukan), dan صَدِيقٌ (teman) itu mubtada mu'akhkhor (mubtada yang diakhirkan). Maknanya tetap sama, yaitu dia punya teman.
-
فِي الْبَيْتِ رَجُلٌ (Fil-baiti rajulun). Artinya: "Di dalam rumah ada seorang laki-laki." Sama seperti contoh sebelumnya, فِي الْبَيْتِ (di dalam rumah) adalah khabar muqaddam, dan رَجُلٌ (seorang laki-laki) adalah mubtada mu'akhkhor.
Dengan melihat beragam contoh ini, guys, kalian jadi makin paham kan gimana fleksibelnya jumlah ismiyah itu? Nggak cuma satu bentuk aja, tapi bisa macem-macem. Kuncinya tetap sama: diawali oleh isim dan punya hubungan mubtada-khabar yang kuat. Teruslah berlatih membaca dan menerjemahkan kalimat-kalimat seperti ini, dijamin deh skill Bahasa Arab kalian bakal auto-glowing! Semangat terus ya, guys! Jangan pernah nyerah belajar ya!