Pangeran Harry: Kisah Hidupnya
Hai, guys! Siapa sih yang nggak kenal sama Pangeran Harry? Yap, anggota keluarga kerajaan Inggris yang satu ini memang selalu menarik perhatian dunia. Mulai dari kehidupan pribadinya, kariernya di militer, sampai keputusannya untuk mundur dari tugas kerajaan bersama istrinya, Meghan Markle. Di artikel ini, kita akan bedah tuntas nih soal Pangeran Harry, dari awal kehidupannya sampai momen-momen penting yang membentuk dirinya.
Pangeran Harry lahir pada 15 September 1984 di St Mary's Hospital, London. Nama lengkapnya adalah Henry Charles Albert David. Dia adalah anak kedua dari Pangeran Charles (sekarang Raja Charles III) dan mendiang Putri Diana. Sejak kecil, Harry sudah dikenal sebagai sosok yang lebih periang dan pemberontak dibandingkan kakaknya, Pangeran William. Kehilangan ibunya di usia yang masih sangat muda, 12 tahun, tentu memberikan luka mendalam yang membentuk karakternya hingga dewasa. Momen ini seringkali disorot sebagai salah satu titik balik terpenting dalam hidupnya, yang memengaruhi pandangannya terhadap kehidupan, kesedihan, dan empati.
Pendidikan Pangeran Harry dimulai di Jane Mynors' nursery and pre-preparatory school, diikuti oleh Wetherby School dan Ludgrove School. Setelah itu, ia melanjutkan ke Eton College, sebuah sekolah asrama putra prestisius di Inggris. Di Eton, Harry menunjukkan minat pada olahraga, terutama polo dan rugby, serta aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Meskipun bukan siswa yang paling menonjol secara akademis, ia berhasil lulus dengan nilai yang cukup baik dalam A-level-nya, di bidang seni dan geografi. Setelah lulus dari Eton, Pangeran Harry mengambil tahun jeda (gap year), di mana ia sempat mengikuti program relawan di Lesotho, Afrika, sebuah pengalaman yang sangat berkesan baginya dan membangkitkan rasa kepedulian sosial yang kuat. Pengalaman ini tidak hanya memberinya perspektif baru tentang dunia di luar kemewahan istana, tetapi juga memicu ketertarikannya pada isu-isu kemanusiaan dan kesejahteraan anak-anak, yang kemudian menjadi salah satu fokus utama dalam kegiatan amalnya.
Setelah tahun jedanya, Pangeran Harry melanjutkan pendidikan militernya di Royal Military Academy Sandhurst. Ia lulus sebagai perwira pada April 2006. Selama kariernya di militer, Harry bertugas di Afghanistan selama dua kali penugasan, yang totalnya memakan waktu lebih dari 10 minggu. Pengalaman di medan perang ini memberinya rasa hormat yang besar dari rekan-rekannya dan juga dari publik. Ia melihat langsung dampak konflik dan memahami perjuangan para tentara. Ini semakin memperkuat komitmennya untuk mendukung para veteran perang dan keluarga mereka. Pengalaman militernya ini bukan sekadar formalitas; ia benar-benar terlibat dan merasakan langsung apa yang dialami oleh para prajuritnya, sebuah kedalaman komitmen yang jarang terlihat di kalangan anggota kerajaan.
Seiring berjalannya waktu, Pangeran Harry tumbuh menjadi seorang pangeran yang aktif dalam berbagai kegiatan amal dan kemanusiaan. Ia menjadi pelindung bagi banyak organisasi, termasuk Sentebale, yayasan yang ia dirikan bersama Pangeran Seeiso dari Lesotho untuk membantu anak-anak yang terkena dampak HIV/AIDS di Afrika. Selain itu, ia juga terlibat aktif dalam kampanye kesehatan mental, yang sangat dipengaruhi oleh pengalaman pribadinya menghadapi trauma kehilangan ibunya dan tekanan hidup di bawah sorotan publik. Harry sering berbicara terbuka tentang pentingnya mengatasi stigma seputar kesehatan mental, mendorong orang untuk mencari bantuan dan berbicara tentang perasaan mereka. Upayanya ini telah memberikan dampak signifikan dalam meningkatkan kesadaran dan mengurangi rasa malu yang seringkali menyertai masalah kesehatan mental, menjadikannya figur yang inspiratif bagi banyak orang di seluruh dunia, guys.
Awal Kehidupan dan Keluarga Kerajaan
Mari kita kembali ke awal mula kehidupan Pangeran Harry, guys. Lahir di tengah-tengah gemerlap keluarga kerajaan Inggris, Harry sudah ditakdirkan untuk hidup di bawah sorotan publik sejak hari pertama. Ia adalah anak kedua dari Pangeran Charles dan Putri Diana, yang saat itu merupakan pasangan paling populer di dunia. Kelahirannya disambut dengan sukacita oleh seluruh kerajaan dan rakyat Inggris. Sejak kecil, Harry sudah menunjukkan sisi yang berbeda dari kakaknya, Pangeran William. Jika William cenderung lebih serius dan patuh, Harry lebih dikenal sebagai sosok yang playful, sedikit nakal, dan seringkali menjadi pusat perhatian karena tingkahnya yang menggemaskan sekaligus rebel. Keduanya tumbuh bersama di Istana Kensington dan Istana Buckingham, dikelilingi kemewahan namun juga protokol kerajaan yang ketat.
Namun, kebahagiaan masa kecil Harry harus terusik oleh drama yang melanda pernikahan orang tuanya. Perceraian Pangeran Charles dan Putri Diana pada tahun 1996 menjadi berita besar yang mengguncang dunia. Dan tak lama setelah itu, tragedi terbesar dalam hidup Harry terjadi. Pada usia 12 tahun, ia kehilangan ibunya tercinta, Putri Diana, dalam kecelakaan mobil yang mengerikan di Paris pada tahun 1997. Peristiwa ini meninggalkan luka yang sangat dalam bagi Harry dan William. Kenangan tentang hari pemakaman ibunya, di mana ia harus berjalan di belakang peti mati di depan ribuan orang dan kamera, adalah salah satu memori paling menyakitkan yang pernah ia ceritakan. Kehilangan ibunya di usia muda ini tidak hanya memengaruhi kesehatan mentalnya, tetapi juga membentuk pandangan hidupnya tentang kesedihan, kehilangan, dan empati terhadap orang lain yang menderita. Ia seringkali mengakui bahwa ia harus berjuang keras untuk mengatasi trauma tersebut, dan pengalaman inilah yang mendorongnya untuk nantinya sangat vokal dalam isu kesehatan mental.
Meski tumbuh dalam lingkungan yang sangat terstruktur, Pangeran Harry selalu berusaha mencari ruang untuk dirinya sendiri. Ia memiliki hubungan yang dekat dengan neneknya, Ratu Elizabeth II, dan kakeknya, Pencerahan Charles. Namun, ia juga sering merasa terbebani oleh ekspektasi dan peran yang harus ia jalani sebagai anggota senior keluarga kerajaan. Berbeda dengan William yang sejak awal dipersiapkan sebagai pewaris takhta, Harry memiliki lebih banyak kebebasan untuk mengeksplorasi minatnya di luar tugas-tugas kerajaan. Ia menikmati kehidupannya sebagai seorang pemuda pada umumnya, meskipun dengan pengamanan yang selalu menyertainya. Kegemarannya pada olahraga, pesta, dan kehidupan sosial membuatnya sering menjadi subjek pemberitaan media yang intens, kadang positif, kadang negatif. Media sangat menyukai Harry, tapi kadang juga sangat kejam padanya, seringkali membanding-bandingkan dirinya dengan kakaknya atau mengomentari gaya hidupnya.
Pengalaman di militer menjadi salah satu periode penting yang membentuk karakter Harry. Setelah lulus dari Eton College, ia memutuskan untuk melanjutkan ke Royal Military Academy Sandhurst. Ini adalah langkah yang sangat penting karena menunjukkan komitmennya pada pelayanan publik dan tradisi kerajaan. Selama masa dinasnya, Harry menunjukkan dedikasi dan keberanian yang luar biasa. Ia bertugas di Afghanistan, sebuah pengalaman yang sangat berat dan penuh risiko. Ia tidak hanya menjadi seorang perwira, tetapi juga seorang pilot helikopter Apache. Penugasannya di Afghanistan memberinya pemahaman mendalam tentang realitas perang dan penderitaan yang dialami para prajurit. Ia menjadi sosok yang sangat dihormati di kalangan militer karena keberaniannya dan kemampuannya untuk menyatu dengan para prajuritnya. Pengalaman ini memberinya perspektif yang berbeda tentang kehormatan, keberanian, dan pengorbanan. Ia merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk mendukung para veteran dan keluarganya, sebuah misi yang ia emban dengan sepenuh hati hingga kini. Pengalaman militer ini juga memberinya rasa tujuan yang kuat, sesuatu yang mungkin ia rasakan kurang dalam peran kerajaannya yang terkadang terasa seremonial. Ini adalah bukti bahwa Pangeran Harry bukan hanya sekadar pangeran, tetapi seorang individu yang berani menghadapi tantangan dan mencari makna dalam hidupnya. Dia adalah perpaduan unik antara tradisi kerajaan dan semangat modern, seorang pria yang berjuang untuk menemukan tempatnya di dunia sambil tetap setia pada kewajibannya.
Karier Militer dan Misi Kemanusiaan
Nah, guys, ngomongin soal Pangeran Harry, kita nggak bisa lepas dari kisah karier militernya yang mengesankan dan misi kemanusiaannya yang mulia. Ini adalah dua sisi dari koin yang sama yang benar-benar menunjukkan siapa Pangeran Harry sebenarnya: seorang pria yang berani, berdedikasi, dan peduli pada orang lain. Sejak awal, Harry sudah menunjukkan minat yang kuat pada militer. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Eton College, ia melanjutkan ke Royal Military Academy Sandhurst, sebuah langkah yang disambut baik oleh banyak orang karena menunjukkan keseriusannya dalam melayani negara. Ia lulus pada tahun 2006 dan ditugaskan sebagai perwira di Blues and Royals, sebuah resimen Household Cavalry.
Karier militernya tidak hanya sebatas upacara dan parade. Pangeran Harry memiliki keinginan kuat untuk bertugas di garis depan. Keinginannya ini akhirnya terkabul ketika ia ditugaskan ke Afghanistan. Perjalanan pertamanya ke Afghanistan pada tahun 2007-2008 sempat dirahasiakan karena alasan keamanan, namun ia menghabiskan 10 minggu bertugas sebagai pilot helikopter pengintai. Kepulangannya dari misi ini disambut dengan bangga oleh banyak orang, terutama setelah media mengungkap keterlibatannya. Ia membuktikan bahwa ia tidak hanya sekadar pangeran yang 'bermain-main', tetapi seorang prajurit yang siap menghadapi bahaya demi negaranya. Keberaniannya di medan perang ini mendapatkan pujian dari berbagai kalangan, termasuk para petinggi militer. Ia merasakan langsung apa arti keberanian, pengorbanan, dan persaudaraan di antara para tentara. Pengalaman ini sangat membentuk dirinya, memberikan perspektif yang mendalam tentang arti kehidupan dan penderitaan manusia.
Setelah misi pertamanya, Harry kembali melanjutkan kariernya di militer. Ia menjalani pelatihan sebagai pilot helikopter Apache, dan pada tahun 2012-2013, ia kembali ditugaskan ke Afghanistan, kali ini sebagai pilot Apache. Penugasan kedua ini berlangsung selama 20 minggu. Selama masa dinasnya, ia tidak hanya menerbangkan helikopter dalam misi tempur, tetapi juga terlibat dalam tugas-tugas dukungan dan pengintaian. Pengalaman di medan perang ini semakin memperkuat komitmennya untuk mendukung para veteran perang. Ia melihat secara langsung dampak perang terhadap para prajurit, baik secara fisik maupun mental. Kepulangannya dari tugas militer pada tahun 2015 menandai akhir dari karier dinas aktifnya, namun semangat pelayanannya tidak pernah padam. Ia terus aktif dalam mendukung komunitas militer, salah satunya melalui Invictus Games.
Invictus Games adalah acara olahraga internasional untuk personel militer yang cedera atau sakit, baik yang masih aktif maupun veteran. Pangeran Harry adalah pendiri dan penggerak utama di balik Invictus Games. Ia terinspirasi oleh acara serupa di Amerika Serikat dan ingin menciptakan platform bagi para veteran di seluruh dunia untuk menunjukkan semangat juang mereka, pulih dari cedera, dan menginspirasi orang lain. Sejak pertama kali diselenggarakan pada tahun 2014 di London, Invictus Games telah sukses besar dan terus berkembang, diadakan di berbagai kota besar di dunia. Melalui Invictus Games, Harry tidak hanya memberikan sorotan pada tantangan yang dihadapi para veteran, tetapi juga merayakan kekuatan, keberanian, dan ketahanan mereka. Ini adalah wujud nyata dari rasa terima kasihnya atas pengorbanan mereka.
Selain Invictus Games, Pangeran Harry juga sangat aktif dalam berbagai misi kemanusiaan, terutama yang berkaitan dengan anak-anak dan kesehatan. Ia adalah salah satu pendiri yayasan Sentebale bersama Pangeran Seeiso dari Lesotho. Sentebale didirikan untuk membantu anak-anak yang paling rentan di Afrika, terutama yang terkena dampak HIV/AIDS dan kemiskinan. Harry memiliki hubungan emosional yang mendalam dengan Afrika, tempat ia menghabiskan banyak waktu sejak kecil dan juga tempat ia menemukan banyak inspirasi untuk pekerjaan amalnya. Melalui Sentebale, ia berupaya memberikan dukungan pendidikan, perawatan kesehatan, dan dukungan emosional bagi anak-anak yang seringkali dilupakan oleh masyarakat. Kampanye terbarunya, Heads Together (bersama kakaknya, Pangeran William, dan istrinya, Kate Middleton), berfokus pada peningkatan kesadaran tentang kesehatan mental. Harry sangat terbuka tentang perjuangannya sendiri dalam mengatasi trauma dan kesedihan setelah kehilangan ibunya, dan ia menggunakan pengalamannya untuk mendorong orang lain agar tidak ragu mencari bantuan dan berbicara tentang masalah kesehatan mental. Upaya-upaya ini menunjukkan bahwa Pangeran Harry adalah sosok yang tidak hanya mewakili tradisi kerajaan, tetapi juga seorang individu yang memiliki empati mendalam dan keinginan tulus untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik, guys. Dia adalah contoh nyata bagaimana seseorang dengan posisi istimewa dapat menggunakan pengaruhnya untuk kebaikan yang lebih besar.
Kehidupan Pribadi dan Pernikahan dengan Meghan Markle
Oke, guys, mari kita beralih ke topik yang paling sering dibicarakan dan bikin penasaran banyak orang: kehidupan pribadi Pangeran Harry dan tentu saja, pernikahannya dengan Meghan Markle. Hubungan mereka ini benar-benar fairy tale modern yang menarik perhatian dunia, tapi juga penuh dengan tantangan yang unik.
Pangeran Harry sendiri dikenal sebagai sosok yang cukup tertutup soal kehidupan pribadinya, meskipun ia selalu menjadi sorotan media. Sebelum bertemu Meghan, ia sempat menjalin beberapa hubungan yang cukup serius, namun tidak ada yang berlanjut ke jenjang pernikahan. Media seringkali menjulukinya sebagai 'pangeran pesta' di masa mudanya, tapi seiring bertambahnya usia dan pengalaman militernya, Harry menunjukkan sisi yang lebih dewasa dan fokus pada tujuan hidupnya, terutama dalam bidang kemanusiaan. Ia selalu mencari pasangan yang bisa memahami dunia uniknya, seseorang yang punya kemauan kuat dan bisa menjadi partner dalam misi-misinya.
Lalu, muncullah Meghan Markle. Meghan adalah seorang aktris Amerika yang dikenal lewat serial TV "Suits". Ia juga seorang aktivis yang vokal dalam isu-isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Pertemuan Harry dan Meghan pada tahun 2016 melalui seorang teman bersama disebut-sebut sebagai 'cinta pada pandangan pertama'. Keduanya langsung merasa cocok karena memiliki minat dan nilai-nilai yang sama. Namun, hubungan mereka tidak berjalan mulus begitu saja. Karena Meghan bukan hanya seorang aktris, tetapi juga seorang wanita keturunan Afrika-Amerika, hubungan mereka segera menjadi sorotan media internasional yang intens dan, sayangnya, seringkali disertai dengan pemberitaan yang rasis dan seksis. Istana Buckingham, melalui juru bicara Harry, bahkan mengeluarkan pernyataan yang mengutuk 'pelecehan' dan 'diskriminasi' yang dialami Meghan, sebuah langkah yang sangat tidak biasa dan menunjukkan betapa seriusnya situasi tersebut.
Pangeran Harry sendiri sangat protektif terhadap Meghan. Ia sering berbicara tentang bagaimana media terus-menerus melecehkan pacarnya, sama seperti yang dialami ibunya, Putri Diana. Ini adalah luka lama yang sangat dalam baginya, dan ia bertekad untuk tidak membiarkan sejarah terulang kembali. Hubungan mereka semakin kuat seiring waktu, dan pada November 2017, Pangeran Harry mengumumkan pertunangan mereka. Pernikahan mereka pada 19 Mei 2018 di St George's Chapel, Windsor Castle, menjadi peristiwa global. Jutaan orang di seluruh dunia menyaksikan upacara megah ini. Pernikahan ini bukan hanya menyatukan dua orang yang saling mencintai, tetapi juga membawa sentuhan modern dan keragaman ke dalam monarki Inggris. Meghan, sebagai wanita keturunan Afrika-Amerika pertama yang menikahi seorang anggota keluarga kerajaan Inggris, menjadi simbol harapan dan perubahan bagi banyak orang.
Setelah menikah, Harry dan Meghan, yang kini bergelar Duke dan Duchess of Sussex, mulai menjalani kehidupan mereka sebagai pasangan kerajaan. Mereka aktif dalam berbagai kegiatan amal dan kemanusiaan, melanjutkan warisan Pangeran Harry dalam mendukung isu-isu sosial. Namun, tekanan dari media dan rasa frustrasi terhadap peran mereka dalam keluarga kerajaan yang terasa sangat terbatas, membuat mereka mengambil keputusan yang mengejutkan dunia pada awal tahun 2020. Mereka mengumumkan niat mereka untuk 'mundur' dari peran sebagai anggota senior kerajaan dan mencari kemandirian finansial. Keputusan ini, yang kemudian dikenal sebagai 'Megxit', memicu perdebatan sengit di seluruh dunia. Ada yang mendukung kebebasan mereka, ada pula yang mengkritik pilihan mereka.
Setelah mundur dari tugas kerajaan, Harry dan Meghan pindah ke Kanada, dan kemudian menetap di California, Amerika Serikat. Mereka ingin menjalani kehidupan yang lebih pribadi, jauh dari sorotan media Inggris yang mereka anggap 'toksik'. Mereka kemudian meluncurkan berbagai proyek, termasuk kesepakatan dengan Netflix dan Spotify, serta buku memoar Pangeran Harry yang berjudul "Spare". Keputusan mereka untuk menciptakan jalur sendiri ini menunjukkan keinginan kuat mereka untuk menentukan nasib mereka sendiri dan membangun kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai mereka, terlepas dari ekspektasi kerajaan. Kehidupan pribadi mereka kini lebih terkontrol, meskipun masih tetap menarik perhatian publik. Mereka dikaruniai dua orang anak: Archie Harrison Mountbatten-Windsor dan Lilibet Diana Mountbatten-Windsor. Keputusan mereka untuk mundur memang kontroversial, tetapi bagi mereka, ini adalah langkah penting untuk menemukan kebahagiaan dan kebebasan sejati bagi keluarga mereka.
Keputusan Mundur dari Tugas Kerajaan
Nah, guys, ini dia momen yang paling bikin geger dan jadi perbincangan hangat seluruh dunia: keputusan Pangeran Harry dan Meghan Markle untuk mundur dari tugas kerajaan. Keputusan ini benar-benar shocking dan mengubah peta jalan kehidupan mereka secara drastis, serta menimbulkan banyak pertanyaan dan perdebatan. Kenapa sih mereka melakukan itu? Apa yang sebenarnya terjadi di balik layar Istana Buckingham?
Keputusan ini, yang diumumkan pada Januari 2020, merupakan hasil dari pertimbangan panjang dan mendalam dari pasangan tersebut. Pangeran Harry dan Meghan merasa bahwa mereka tidak lagi bisa menjalankan peran mereka sebagai anggota senior keluarga kerajaan sesuai dengan harapan mereka sendiri, sekaligus menghadapi tekanan yang luar biasa dari media. Salah satu alasan utama adalah keinginan mereka untuk memiliki kehidupan yang lebih mandiri secara finansial dan juga lebih pribadi. Mereka merasa bahwa lingkungan kerajaan, dengan segala protokol dan sorotan publik yang intens, tidak lagi kondusif bagi kesejahteraan mereka, terutama bagi Meghan yang seringkali menjadi sasaran pemberitaan negatif dan rasis.
Pangeran Harry sendiri, yang tumbuh di bawah bayang-bayang tragedi ibunya, Putri Diana, yang juga seringkali menjadi korban 'perburuan' media, sangat bertekad untuk melindungi keluarganya, terutama istrinya dan anak mereka yang masih kecil, dari nasib serupa. Ia seringkali menyuarakan kekecewaannya terhadap cara media Inggris memperlakukan Meghan, yang ia anggap sangat mirip dengan perlakuan terhadap ibunya di masa lalu. Tekanan ini, ditambah dengan rasa frustrasi terhadap keterbatasan peran yang diberikan kepada mereka dalam keluarga kerajaan, mendorong mereka untuk mencari jalan keluar.
Pasangan ini ingin menciptakan kehidupan mereka sendiri di luar batasan-batasan yang ada di dalam monarki. Mereka mendambakan kebebasan untuk membuat pilihan sendiri, menentukan prioritas mereka, dan menggunakan platform mereka untuk tujuan-tujuan yang mereka anggap paling penting, tanpa harus selalu mengikuti arahan dan tradisi kerajaan yang kaku. Mereka ingin bisa bekerja dan mencari nafkah sendiri, serta memiliki lebih banyak kendali atas privasi mereka.
Keputusan mereka untuk 'mundur' ini akhirnya memicu apa yang oleh media dijuluki sebagai 'Megxit'. Setelah negosiasi intens dengan Ratu Elizabeth II, Pangeran Charles, dan Pangeran William, sebuah kesepakatan dicapai. Mulai musim semi 2020, Harry dan Meghan tidak lagi menggunakan gelar 'Yang Mulia' (HRH), tidak lagi menerima dana publik (Sovereign Grant), dan tidak lagi menjalankan tugas-tugas kerajaan atas nama Ratu. Meskipun mereka masih mempertahankan gelar Duke dan Duchess of Sussex, serta Pangeran Harry masih berada dalam garis suksesi takhta, mereka kini bebas untuk mengejar peluang profesional dan pribadi mereka sendiri.
Pindah ke Amerika Utara, awalnya ke Kanada lalu menetap di California, Amerika Serikat, adalah langkah logis bagi mereka untuk memulai babak baru. Keputusan ini tentu saja memicu berbagai reaksi. Banyak yang mendukung hak mereka untuk mencari kebahagiaan dan kebebasan, terutama mengingat tekanan yang mereka hadapi. Sementara itu, ada juga yang mengkritik pilihan mereka, menganggapnya sebagai tindakan egois atau tidak menghormati institusi kerajaan dan tugas yang telah diberikan kepada mereka. Namun, bagi Harry dan Meghan, ini adalah pilihan yang harus mereka ambil demi kesehatan mental dan kebahagiaan keluarga mereka.
Sejak saat itu, Pangeran Harry dan Meghan telah aktif membangun karier baru mereka. Mereka menandatangani kesepakatan besar dengan Netflix untuk memproduksi film dokumenter, serial, dan program anak-anak. Mereka juga meluncurkan podcast melalui platform Spotify, serta menerbitkan buku memoar Pangeran Harry yang berjudul "Spare" pada Januari 2023. Buku ini menjadi buku non-fiksi terlaris dalam sejarah pada minggu pertamanya, mengungkapkan banyak detail pribadi tentang kehidupannya, hubungannya dengan keluarganya, dan alasan di balik keputusannya untuk mundur. Melalui proyek-proyek ini, mereka bertujuan untuk berbagi cerita mereka sendiri dan menggunakan platform mereka untuk advokasi, terutama dalam bidang kesehatan mental, konservasi, dan kesetaraan gender. Keputusan mundur ini memang kontroversial, tetapi ini adalah langkah berani yang diambil Pangeran Harry dan Meghan untuk mendefinisikan ulang makna 'pelayanan publik' dalam konteks modern dan membangun kehidupan yang otentik bagi diri mereka dan anak-anak mereka. Mereka membuktikan bahwa terkadang, untuk menemukan jati diri dan kebahagiaan, seseorang harus berani keluar dari zona nyaman dan menciptakan jalannya sendiri, guys.