Pretty Woman (1990): Kisah Cinta Klasik Yang Tak Lekang Waktu

by Jhon Lennon 62 views

Mengapa Pretty Woman (1990) Tetap Jadi Film Romantis Favorit Banyak Orang?

Guys, mari kita bicara tentang sebuah fenomena. Pretty Woman (1990) bukan sekadar film biasa; ini adalah masterpiece komedi romantis yang sampai hari ini masih berhasil memikat hati jutaan penonton di seluruh dunia. Sejak pertama kali dirilis, film tahun 1990 ini langsung menjadi box office hit dan melambungkan nama Julia Roberts serta mengukuhkan Richard Gere sebagai salah satu aktor romantis papan atas. Jadi, apa sih rahasia di balik daya tarik abadi Pretty Woman? Jujur aja, film ini tuh punya semua bumbu yang pas: kisah cinta bak dongeng Cinderella modern, humor yang cerdas, dialog yang memorable, dan tentu saja, chemistry yang nggak bisa ditiru antara Julia Roberts dan Richard Gere. Ini adalah jenis film yang bikin kita percaya pada keajaiban, pada kesempatan kedua, dan pada kekuatan cinta yang bisa mengubah segalanya. Ini adalah Pretty Woman, film yang terus mengukir namanya di antara yang terbaik.

Bayangin aja, guys, di tahun 1990-an, ketika Hollywood masih mencari formula baru untuk romantic comedy, Pretty Woman datang dengan premis yang berani tapi dieksekusi dengan sangat manis. Kita diajak masuk ke dunia Edward Lewis, seorang pengusaha sukses tapi kesepian, yang secara nggak sengaja bertemu Vivian Ward, seorang pekerja seks komersial yang punya hati emas dan semangat hidup yang luar biasa. Awalnya, hubungan mereka hanyalah transaksional, tapi seiring berjalannya waktu, muncullah perasaan yang tulus dan dalam. Perkembangan karakter dalam film ini bener-bener menjadi inti daya tariknya. Vivian bertransformasi dari seorang wanita yang terpinggirkan menjadi sosok yang elegan dan percaya diri, sementara Edward belajar untuk membuka hatinya dan merasakan cinta sejati. Ini bukan cuma tentang "pria menyelamatkan wanita", tapi tentang dua jiwa yang menemukan satu sama lain dan saling melengkapi. Plotnya yang klasik namun segar membuat Pretty Woman terasa relevan di setiap era. Film tahun 1990 ini memang punya cara sendiri untuk tetap fresh.

Salah satu kunci utama keberhasilan Pretty Woman adalah akting brilian dari para pemeran utamanya. Julia Roberts, dengan senyum lebarnya yang ikonik dan tawa renyahnya, berhasil memerankan Vivian Ward dengan sempurna. Dia memberikan kedalaman dan kerentanan pada karakter yang mungkin di tangan aktris lain bisa jadi klise. Penampilannya di film ini nggak cuma membuatnya mendapatkan nominasi Oscar, tapi juga menjadikannya superstar internasional. Sementara itu, Richard Gere membawa aura karismatik dan keseriusan yang pas untuk Edward Lewis. Ia menunjukkan sisi lembut di balik fasad pengusaha yang tangguh. Ketika Roberts dan Gere berada dalam satu layar, percikan chemistry mereka terasa begitu nyata, membuat penonton ikut larut dalam setiap momen, dari tawa hingga haru. Inilah yang membuat Pretty Woman nggak cuma film yang bagus, tapi juga film yang ikonik dan tak terlupakan. Kita semua pasti punya adegan favorit, kan? Entah itu saat Vivian pertama kali masuk butik mewah dan diperlakukan nggak adil, atau ketika Edward membelikan kalung berlian dan menjepit jari Vivian. Momen-momen kecil itu yang membuat film ini terasa begitu personal dan mengena di hati. Kehadiran Julia Roberts dalam Pretty Woman benar-benar mengubah segalanya.

Beyond the romance, Pretty Woman juga menawarkan kritikan halus terhadap kelas sosial dan prasangka. Vivian seringkali dihakimi berdasarkan penampilannya dan pekerjaannya, namun ia tetap mempertahankan martabat dan integritasnya. Film ini mengajarkan kita untuk melihat melampaui permukaan dan menghargai nilai intrinsik seseorang. Ini adalah pesan yang kuat, guys, bahwa cinta sejati nggak pandang status atau latar belakang. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, kisah ini mengingatkan kita akan kekuatan empati dan penerimaan. Makanya, nggak heran kalau film Pretty Woman tahun 1990 ini sering banget diputar ulang di TV, selalu berhasil bikin kita senyum-senyum sendiri, dan mungkin sedikit menitikkan air mata. Ini adalah guilty pleasure yang sama sekali nggak bikin kita merasa bersalah, justru sebaliknya, bikin kita merasa bahagia dan optimis. Jadi, lain kali kalau kalian lagi butuh mood booster atau sekadar ingin menyaksikan kisah cinta yang indah, Pretty Woman adalah pilihan yang tepat, selalu dan selamanya.

Di Balik Layar: Produksi dan Tantangan Film Ikonik Ini

Percaya atau nggak, guys, di balik kemilau dan romansa Pretty Woman, ada banyak cerita menarik dan tantangan yang harus dihadapi selama produksinya. Film Pretty Woman tahun 1990 ini punya perjalanan yang cukup panjang dan berliku sebelum akhirnya sampai di layar lebar dan menjadi klasik abadi. Awalnya, naskah film ini berjudul "3.000" (mengacu pada harga yang dibayar Edward untuk Vivian) dan jauh lebih gelap. Konsep aslinya adalah sebuah drama serius tentang prostitusi di Los Angeles, dengan akhir yang nggak bahagia di mana Vivian nggak mendapatkan "pangeran"nya dan Edward meninggalkannya begitu saja setelah seminggu. Nah, beruntung banget, studio Disney (melalui Touchstone Pictures) mengambil alih proyek ini dan mendatangkan sutradara Garry Marshall. Dialah yang punya visi untuk mengubahnya menjadi komedi romantis yang lebih cerah dan optimis, mengubah inti ceritanya menjadi dongeng modern yang kita kenal dan cintai sekarang. Transformasi naskah ini adalah salah satu keputusan krusial yang menyelamatkan film ini dari kegelapan dan membawanya menuju kesuksesan. Marshall adalah seorang master dalam genre komedi, dan sentuhan magisnya terasa di setiap adegan, mengubah potensi drama kelam menjadi cinta yang menginspirasi.

Proses casting untuk Pretty Woman juga penuh drama, lho! Sulit dipercaya, tapi Julia Roberts bukanlah pilihan pertama untuk peran Vivian Ward. Banyak aktris top Hollywood saat itu, seperti Michelle Pfeiffer, Molly Ringwald, Meg Ryan, dan Daryl Hannah, sempat menolak peran tersebut karena naskah aslinya yang lebih gelap atau karena nggak yakin dengan arah ceritanya. Untungnya, Garry Marshall melihat sesuatu yang istimewa dalam diri Julia Roberts yang saat itu masih relatif baru di kancah perfilman besar. Dia berjuang keras agar Roberts mendapatkan peran ini, bahkan sampai mengancam akan keluar dari proyek jika Roberts nggak dipilih. Dan BOOM! Keputusan itu terbukti jadi salah satu keputusan casting terbaik dalam sejarah Hollywood. Senyumnya yang khas dan energi cerianya adalah magnet yang sempurna untuk Vivian. Begitu juga dengan Richard Gere. Meskipun dia juga bukan pilihan pertama, Marshall berhasil meyakinkannya untuk menerima peran Edward Lewis setelah pertemuan pertama yang kurang meyakinkan. Konon, Roberts bahkan menempelkan catatan bertuliskan "Please say yes!" kepada Gere di telepon. Chemistry antara Roberts dan Gere lah yang akhirnya membuat film ini hidup dan terasa begitu nyata. Proses screen test mereka menunjukkan percikan yang luar biasa, dan sisanya, seperti yang kita tahu, adalah sejarah. Ini adalah bukti bahwa Garry Marshall memiliki visi yang luar biasa untuk Pretty Woman.

Salah satu tantangan terbesar dalam produksi Pretty Woman adalah bagaimana membuat cerita tentang pekerja seks komersial menjadi sesuatu yang bisa diterima dan dicintai oleh khalayak luas, tanpa mengabaikan realitasnya sepenuhnya. Garry Marshall bersama timnya berhasil menyeimbangkan hal ini dengan sangat apik. Mereka fokus pada transformasi karakter, pada hubungan emosional, dan pada elemen fairy tale yang kuat. Adegan-adegan ikonik seperti saat Vivian belajar tata krama di pesta atau saat dia berbelanja di Rodeo Drive, semuanya dirancang untuk menunjukkan perubahan dirinya. Jangan lupakan juga adegan shopping spree di Rodeo Drive, di mana Vivian akhirnya bisa "balas dendam" pada penjaga toko yang merendahkannya. Momen ini bukan cuma tentang fashion, tapi tentang pemberdayaan diri dan penemuan jati diri. Pengambilan gambar dan sinematografi juga memainkan peran besar dalam menciptakan suasana yang tepat. Los Angeles terlihat begitu glamor dan menggoda, menjadi latar belakang yang sempurna untuk kisah cinta modern ini. Produksi film tahun 1990 ini memang penuh risiko, tapi keberanian untuk mengubah naskah, keputusan casting yang tepat, dan arahan sutradara yang visioner membuat Pretty Woman menjadi fenomena budaya yang nggak akan lekang oleh waktu. Ini adalah bukti bahwa dengan visi yang kuat dan sedikit keberanian, sebuah film bisa melampaui ekspektasi dan menciptakan legenda.

Karakter yang Menarik Hati: Vivian Ward dan Edward Lewis

Yuk, guys, kita bedah lebih dalam dua karakter utama yang bikin Pretty Woman ini jadi super spesial: Vivian Ward dan Edward Lewis. Mereka bukan cuma tokoh di film; mereka adalah ikon yang kisahnya terus kita bicarakan dan kagumi. Di awal film, Vivian Ward, yang diperankan dengan sangat brilian oleh Julia Roberts, adalah seorang wanita muda yang ceria, penuh semangat, tapi terjebak dalam kehidupan yang sulit sebagai pekerja seks komersial di Hollywood Boulevard. Ia punya keberanian yang luar biasa, sense of humor yang tajam, dan hati yang tulus, meskipun ia juga punya dinding pertahanan yang tinggi untuk melindungi dirinya dari dunia yang keras. Yang paling menarik dari Vivian adalah transformasinya. Ini bukan cuma tentang ganti baju dan belajar etiket makan; ini tentang penemuan jati diri dan pemberdayaan diri. Dia belajar untuk percaya pada dirinya sendiri, untuk melihat nilainya bukan dari pandangan orang lain, melainkan dari dalam dirinya sendiri. Dari gadis jalanan dengan pakaian minimalis hingga wanita anggun bergaun merah yang memukau di opera, perjalanan Vivian adalah simbol harapan bagi banyak orang. Dia nggak berubah menjadi orang lain, tapi menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri, berkat dukungan dan cinta yang ia temukan. Karakter Vivian mengajarkan kita bahwa latar belakang nggak menentukan masa depan dan setiap orang berhak mendapatkan cinta dan kebahagiaan.

Di sisi lain, kita punya Edward Lewis, yang diperankan dengan pesona dan kelas oleh Richard Gere. Edward adalah seorang pengusaha kaya raya, sukses dalam dunia corporate takeover, tapi di balik semua kemewahan itu, ia adalah pria yang kesepian dan terasing. Hidupnya penuh dengan angka dan kesepakatan bisnis, tapi kosong dari koneksi emosional yang berarti. Pertemuannya dengan Vivian adalah titik balik dalam hidupnya. Awalnya, Vivian hanyalah pengalih perhatian atau pendamping sementara untuk acara-acara sosialnya. Namun, interaksi mereka yang tak terduga mulai mengikis dinding pertahanan Edward. Vivian, dengan kepolosannya dan kejujurannya yang menyegarkan, mengajarkan Edward untuk melihat dunia dengan cara yang berbeda, untuk merasakan emosi, dan untuk membuka hatinya kembali. Dia belajar bahwa ada hal yang lebih penting dari sekadar uang dan kekuasaan, yaitu cinta sejati dan hubungan manusia yang otentik. Transformasi Edward mungkin nggak sevisual Vivian, tapi ia sama dalamnya. Ia berubah dari pria dingin dan transaksional menjadi pria yang peduli, romantis, dan akhirnya, berani mengambil risiko untuk cinta. Kisah Edward adalah pengingat bahwa kekayaan nggak selalu membawa kebahagiaan, dan bahwa koneksi manusia adalah harta yang paling berharga.

Chemistry antara Vivian dan Edward adalah jantung dari film Pretty Woman tahun 1990 ini. Nggak ada yang bisa menolak daya pikat dari interaksi mereka yang penuh canda, ketegangan, dan akhirnya, cinta yang mendalam. Mereka berdua datang dari dunia yang sangat berbeda, tapi justru perbedaan itulah yang membuat mereka saling melengkapi. Vivian membawa keceriaan dan spontanitas ke dalam hidup Edward yang kaku, sementara Edward memberikan Vivian kesempatan untuk melihat dunia di luar lingkupnya, dan cinta yang mengubah hidupnya. Adegan-adegan mereka bersama, dari pertengkaran lucu hingga momen-momen intim yang mengharukan, semuanya terasa begitu autentik. Siapa yang bisa melupakan saat Edward memanjat tangga darurat dengan bunga di tangan, menirukan "pahlawan berkuda putih" yang selalu diimpikan Vivian? Momen itu adalah puncak romansa dan keberanian untuk mencintai yang membuat kita semua berteriak dalam hati "yesss!". Interaksi Roberts dan Gere benar-benar membuat karakter-karakter ini hidup dan memberikan resonansi emosional yang membuat Pretty Woman menjadi lebih dari sekadar film. Mereka mengajarkan kita tentang keberanian untuk mencintai di luar batasan sosial, dan bahwa cinta sejati bisa ditemukan di tempat yang paling nggak terduga sekalipun.

Fashion dan Soundtrack: Elemen Tak Terpisahkan dari Pengalaman Pretty Woman

Ayo, guys, kita bahas dua elemen yang bikin Pretty Woman nggak cuma enak ditonton tapi juga enak didengar dan diingat dalam gaya: fashion dan soundtrack-nya! Jujur aja, film Pretty Woman tahun 1990 ini bukan cuma sekadar film romantis, tapi juga ikon mode dan kumpulan lagu-lagu legendaris. Kalian pasti setuju kalau penampilan Vivian Ward yang diperankan Julia Roberts itu bener-bener transformasional dan jadi inspirasi fashion sampai sekarang. Di awal film, gaya Vivian yang serba terbuka dengan miniskirt dan boots setinggi paha mungkin mencerminkan kehidupannya. Tapi, seiring berjalannya cerita, kita menyaksikan evolusi gaya yang luar biasa. Siapa yang nggak ingat gaun merah strapless yang dia pakai saat menonton opera? Itu bukan cuma gaun; itu adalah pernyataan. Gaun itu memancarkan keanggunan, kepercayaan diri, dan transformasi Vivian menjadi seorang wanita yang benar-benar memesona. Gaun ini menjadi salah satu kostum film paling ikonik sepanjang masa, guys!

Selain gaun merah itu, ada banyak lagi fashion moment Vivian yang nggak kalah memorable. Misalnya, setelan polka dot cokelat yang dia kenakan saat menonton pertandingan polo. Itu adalah classy, chic, dan menunjukkan bahwa dia bisa beradaptasi dengan lingkungan kelas atas tanpa kehilangan pesonanya. Lalu ada juga pakaian tidur kemeja putih oversized milik Edward yang ia kenakan saat pertama kali mereka sarapan, atau little black dress yang ia pakai saat makan malam. Setiap busana yang dikenakan Vivian bukan cuma untuk sekadar gaya, tapi juga untuk menceritakan kisahnya, perjalanannya, dan perkembangan karakternya. Marilyn Vance, perancang kostum film ini, benar-benar melakukan pekerjaan yang brilian dalam mendefinisikan karakter Vivian melalui pakaiannya. Fashion dalam Pretty Woman mengajarkan kita bahwa pakaian bisa menjadi alat pemberdayaan diri dan ekspresi diri. Dari gaya yang sederhana hingga yang paling glamor, setiap pilihan busana Vivian di film tahun 1990 ini punya ceritanya sendiri, menjadikannya salah satu fashion film yang paling sering diulas dan dijadikan referensi. Ini membuktikan bahwa film romantis bisa juga menjadi trendsetter di dunia mode, lho.

Nah, selain fashion yang wow, soundtrack Pretty Woman juga nggak kalah ikonik, guys! Bahkan, bisa dibilang, soundtrack-nya adalah jiwa dari film ini. Lagu tema utamanya, "Oh, Pretty Woman" dari Roy Orbison, adalah lagu klasik yang kembali meledak popularitasnya berkat film ini. Begitu mendengar intro gitarnya, kita langsung tahu bahwa kita sedang berada di dunia Pretty Woman. Lagu ini bener-bener menangkap esensi romansa dan semangat ceria film. Tapi, nggak cuma itu aja! Album soundtrack film ini juga diisi dengan lagu-lagu hits lain yang melekat di ingatan, seperti "It Must Have Been Love" dari Roxette. Lagu ini menjadi anthem untuk momen-momen emosional dan romantis di film, bikin kita ikutan baper setiap kali mendengarnya. Siapa sih yang nggak merinding saat lagu ini diputar di adegan-adegan penting?

Selain dua lagu super hits itu, ada juga lagu-lagu lain yang turut memperkaya suasana, seperti "Wild Women Do" dari Natalie Cole, "King of Wishful Thinking" dari Go West, dan "Fallen" dari Lauren Wood. Setiap lagu dipilih dengan cermat untuk menekankan mood adegan, menggambarkan emosi karakter, dan memperkuat narasi keseluruhan. Soundtrack Pretty Woman berhasil menciptakan atmosfer yang nggak terlupakan, menjadi bagian integral dari pengalaman menonton. Kombinasi visual yang menawan dari fashion Vivian dan audio yang memikat dari soundtrack-nya menjadikan film Pretty Woman tahun 1990 ini sebagai paket lengkap yang memanjakan mata dan telinga. Ini membuktikan bahwa sebuah film bisa menjadi multi-sensory experience yang mendalam dan tak terlupakan, meninggalkan jejak yang kuat dalam budaya pop hingga sekarang.

Warisan dan Pengaruh Pretty Woman dalam Budaya Pop

Guys, nggak bisa dipungkiri bahwa Pretty Woman telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam budaya pop dan industri perfilman. Film Pretty Woman tahun 1990 ini lebih dari sekadar film romantis; ia adalah fenomena budaya yang mengubah cara Hollywood melihat genre komedi romantis. Sebelum Pretty Woman, banyak film romantis cenderung lebih serius atau lebih slapstick. Namun, film ini berhasil menyajikan perpaduan yang sempurna antara humor, drama, romansa, dan sentuhan dongeng modern. Ini menciptakan cetak biru baru untuk banyak komedi romantis yang datang setelahnya, membuktikan bahwa penonton haus akan cerita-cerita yang optimis, mengharukan, dan menyenangkan. Banyak film lain mencoba meniru formulanya, tapi sedikit yang bisa mencapai kedalaman emosional dan daya tarik abadi yang dimiliki oleh Pretty Woman. Ini adalah benchmark bagi genre-nya, menetapkan standar baru untuk komedi romantis.

Pengaruh Pretty Woman juga terlihat jelas dalam tren casting dan status bintang. Film ini secara permanen melambungkan Julia Roberts ke stratosfer superstar. Senyumnya yang legendaris, tawanya yang menular, dan kemampuannya untuk memerankan Vivian dengan kerentanan dan kekuatan sekaligus, menjadikannya America's Sweetheart. Peran ini nggak hanya memberinya nominasi Oscar, tetapi juga menjadikannya aktris dengan bayaran tertinggi di Hollywood pada masanya. Ia menjadi wajah yang identik dengan komedi romantis yang sukses. Begitu juga dengan Richard Gere, yang mengukuhkan posisinya sebagai pria utama romantis yang karismatik dan tampan. Mereka berdua menjadi duo ikonis yang diingat banyak orang. Film ini menunjukkan kekuatan chemistry antara dua pemeran utama bisa menjadi daya jual terbesar sebuah film, dan studio-studio lain pun mulai lebih berhati-hati dalam memilih pasangan di layar lebar. Julia Roberts dan Richard Gere benar-benar tak terpisahkan dari warisan film ini.

Selain itu, Pretty Woman juga melahirkan banyak kutipan dan adegan ikonik yang seringkali dikutip dan direferensikan dalam berbagai media. Siapa yang nggak tahu adegan di mana Vivian (dengan nakal) menutup kotak kalung berlian ke jari Edward, atau saat Vivian berteriak "Big mistake. Big! Huge!" pada penjaga toko yang merendahkannya? Adegan-adegan ini telah menjadi bagian dari leksikon budaya pop. Bahkan, ide tentang "pahlawan berkuda putih" yang datang untuk menyelamatkan sang gadis, meskipun Edward datang dengan mobil mewah dan memanjat dengan tangga, tetap menjadi fantasi romantis yang diidamkan banyak orang. Pretty Woman nggak cuma menjual cinta, tapi juga harapan, transformasi, dan kepercayaan pada takdir. Kisah ini secara nggak langsung juga memberikan inspirasi bahwa cinta sejati bisa ditemukan di mana saja, bahkan di tempat yang paling tak terduga, dan bahwa setiap orang berhak atas kisah cinta yang indah.

Pada akhirnya, warisan film Pretty Woman tahun 1990 ini adalah kemampuannya untuk tetap relevan dan menghibur lintas generasi. Meskipun sudah puluhan tahun berlalu, film ini masih sering diputar di televisi, tersedia di layanan streaming, dan terus menarik penonton baru yang jatuh cinta pada pesonanya. Ini membuktikan bahwa cerita tentang cinta, harapan, dan penebusan adalah universal dan tak lekang oleh waktu. Pretty Woman bukan hanya sebuah film, tapi sebuah pengalaman, sebuah memori kolektif yang terus hidup dan menyebarkan kebahagiaan. Pengaruhnya terhadap genre, bintangnya, dan budaya secara keseluruhan menjadikannya salah satu film paling penting dan dicintai dalam sejarah sinema modern.

Kesimpulan: Mengapa Kita Masih Mencintai Pretty Woman Sampai Hari Ini?

Jadi, guys, setelah kita mengulik berbagai aspek dari film Pretty Woman tahun 1990 ini, dari kisah romantisnya yang memukau, proses produksinya yang unik, karakter-karakter yang tak terlupakan, hingga fashion dan soundtrack-nya yang ikonik, rasanya sudah jelas kenapa Pretty Woman tetap menjadi cinta abadi di hati kita. Pretty Woman adalah lebih dari sekadar film; ia adalah simbol harapan, bukti kekuatan cinta, dan pengingat bahwa keajaiban bisa terjadi di mana saja. Dalam dunia yang seringkali sinis, film ini datang seperti embusan angin segar, mengingatkan kita akan indahnya dongeng dan potensi transformasi dalam setiap individu. Ini adalah paket komplit yang menghibur, menyentuh hati, dan menginspirasi, semua dalam satu bingkai.

Kombinasi akting brilian dari Julia Roberts dan Richard Gere yang menciptakan chemistry tak tertandingi, arahan Garry Marshall yang mengubah naskah gelap menjadi cahaya, serta cerita Cinderella modern yang relevan, semuanya menyatu sempurna. Film Pretty Woman tahun 1990 ini berhasil menciptakan momen-momen yang tak terlupakan, dari adegan shopping yang ikonik hingga momen pengakuan cinta yang mengharukan. Setiap elemen, dari musik yang mengalun syahdu hingga pakaian yang berbicara banyak, berkontribusi pada daya tarik universalnya. Ini adalah salah satu komedi romantis yang berhasil menyeimbangkan humor dan hati, tawa dan air mata, fantasi dan realitas, sehingga menghasilkan pengalaman menonton yang memuaskan dan penuh makna.

Pada akhirnya, kita mencintai Pretty Woman karena ia adalah pelarian yang indah. Ia membawa kita ke Los Angeles yang glamor, ke dalam kisah cinta yang nggak terduga, dan ke dalam dunia di mana semua orang berhak mendapatkan akhir yang bahagia. Film ini mengajarkan kita tentang penerimaan, keberanian untuk menjadi diri sendiri, dan kekuatan cinta untuk mengubah hidup. Ia adalah comfort movie yang bisa kita tonton berulang kali tanpa pernah bosan, selalu meninggalkan kita dengan perasaan hangat dan optimis. Jadi, guys, mari kita terus merayakan Pretty Woman sebagai klasik sejati yang akan terus dikenang dan dicintai oleh generasi-generasi mendatang. Karena, ya, beberapa kisah cinta memang tak lekang oleh waktu, dan Pretty Woman adalah salah satunya.